Rabu, 29 April 2015

Pecahan #1

Kamu tak pernah menyangka kalau konsekuensi dari mencintainya akan sesakit ini. Padahal dia mengukir lubang dihatimu dalam waktu sekejap. Seharusnya kamu bisa saja mengenyahkannya dengan mudah. Seperti yang sering kamu lakukan selama ini. Kamu tidak tahu apakah dia memang berarti untukmu, padahal kebersamaan kalian hanya dalam hitungan bulan.

Apakah kamu bahagia bersamanya?sebahagia itukah? Sepertinya tidak. Euforia itu hanya datang di awal. Hanya beberapa minggu, bukan bulan! Selanjutnya yang ada hanyalah rasa sakit, perih, gusar, kesal, perih lagi. Hubunganmu dengannya memang memiliki tingkat redudansi yang rendah. Dia tak pernah bisa diramalkan akan bersikap seperti apa. Atau mungkin dia memang tak pernah bersikap seperti yang kamu harapkan, yang kamu inginkan. Tapi bukankah kamu sendiri yang bilang bahwa kamu tak berekspektasi apapun bersamanya. Hanya sebatas menjalani. Tanpa keinginan apapun. Tanpa rencana akan dibawa kemana. Dan ternyata benar terhanyut, tenggelam oleh irama yang entah ada di kendali siapa. Mungkin iramanya. Ya, pasti iramanya! Karena iramamu tidak seperti itu. Tapi bukankah ini juga baru pertama kali untukmu berhubungan tanpa ekspektasi apapun?? Atau mungkin, mungkin kamu benar-benar jatuh cinta padanya. Jatuh sejatuh-jatuhnya.

Hufffffff.

Rasa sakit itu membekas. Dalam. Masih perih sebetulnya. Terlalu perih. Seakan-akan dia meninggalkanmu baru kemarin sore. Seakan-akan luka itu masih berdarah-darah.
Sampai saat ini logikamu masih bertanya-tanya tentang apa yang dia punya hingga membuatmu jatuh sedalam itu. Bagi sebagian orang mungkin cinta tidak perlu menggunakan logika. Tidak perlu mengetahui faktor yang berkorelasi dengan hal yang abstrak itu. Tapi untukmu itu adalah hal yang absurd. Kamu harus tahu magnet jenis apa yang menarikmu ke arahnya. Tapi ya itu tadi cukup sekedar tahu.

Dan tiba-tiba, you’ve slipped on the wrong lane. Falling to the depth. And what you’ve got then?? Just bruised everywhere. Dazzled then shattered, crumbled!
Kamu bukan anak kecil yang baru mengenal efek dari rasa merah jambu. Bukan juga untuk pertama kalinya kamu mencintai seseorang atau pertama kali sakit hati. Been there before. Tapi yang satu ini beda. Ini beda dari pertama.

Kamu memang mudah jatuh cinta. Ah bukan, kamu mudah tertarik. Just like kids on the new sparkling thing. Tapi hanya tertarik. Having a crush. Having a feeling like a rollercoaster for a while. But then it will stop. Easy come, easy go. Tapi yang ini….unexplainable. it seems that he pull you to him. Tie you to him. Like the drugs. At first it make you high,, then it destroy you slowly, but you can’t let it go. Just like what I said. You’re tied tight!!
And when its stops, BANG!
You’re falling to the depth!!
You’re screaming loudly but no one hear!!
No one to help!!
Then you drowned
You couldn’t see a thing
You couldn’t feel yourself
PARALYZED!!

Cukup lama setelah mati rasa, sakit itu mulai menjelma. Perlahan menyayat pedih. Ya, seperti yang sekarang kamu rasakan. Seakan dia baru saja berlalu. Membuangmu.
Seakan itu belum cukup. Kabar yang kamu dengar selanjutnya juga mengerikan. Just like pouring a lemon juice to the fresh and bleeding wound. Bukan, bukan kenyataan dia memiliki orang kedua atau orang ketiga. Kalau itu, kamu pasti bisa menerima, kamu sudah mengira. Tapi bukan itu. Yang datang adalah sebuah konfirmasi tentang apa yang dari dulu kamu tolak untuk diakui. Ya, dia menghindarimu. Dia menjauhimu. Jauh sebelum dia membuangmu begitu saja.

Mungkin ini bentuk lain dari pengkhianatan. Tapi lebih parah karena kamu tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Kamu hanya bisa menyalahkan dirimu sendiri karena telat menyadarinya. Ah bukan, kamu bukan telat menyadarinya. Kamu justru pernah melihatnya. Melihatnya dalam setiap pesan yang kamu terima di ponselmu. Melihatnya dalam setiap gerak tubuhnya. Bahkan kamu melihatnya dalam sorot mata teman-temannya juga tingkah laku sahabat-sahabatmu yang mengetahui sikap pengecutnya. Tapi kamu terlalu permisif. Tapi kamu malah memilih untuk menghibur dirimu sendiri dalam setiap kebohongan yang ia lontarkan. You’re only hear what you want to. Saat itu kamu memilih untuk tidak merasakan perih. Padahal kalau saja kamu tidak sepermisif itu. Kalau saja kamu tidak menciptakan seorang dia dalam pikiranmu sendiri. Akhir ceritanya mungkin akan lain. Dan mungkin kamu tidak akan sesakit ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar