Kamu tak pernah menyangka kalau konsekuensi dari mencintainya akan
sesakit ini. Padahal dia mengukir lubang dihatimu dalam waktu sekejap.
Seharusnya kamu bisa saja mengenyahkannya dengan mudah. Seperti yang
sering kamu lakukan selama ini. Kamu tidak tahu apakah dia memang
berarti untukmu, padahal kebersamaan kalian hanya dalam hitungan bulan.
Apakah
kamu bahagia bersamanya?sebahagia itukah? Sepertinya tidak. Euforia
itu hanya datang di awal. Hanya beberapa minggu, bukan bulan!
Selanjutnya yang ada hanyalah rasa sakit, perih, gusar, kesal, perih
lagi. Hubunganmu dengannya memang memiliki tingkat redudansi yang
rendah. Dia tak pernah bisa diramalkan akan bersikap seperti apa. Atau
mungkin dia memang tak pernah bersikap seperti yang kamu harapkan, yang
kamu inginkan. Tapi bukankah kamu sendiri yang bilang bahwa kamu tak
berekspektasi apapun bersamanya. Hanya sebatas menjalani. Tanpa
keinginan apapun. Tanpa rencana akan dibawa kemana. Dan ternyata benar
terhanyut, tenggelam oleh irama yang entah ada di kendali siapa. Mungkin
iramanya. Ya, pasti iramanya! Karena iramamu tidak seperti itu. Tapi
bukankah ini juga baru pertama kali untukmu berhubungan tanpa ekspektasi
apapun?? Atau mungkin, mungkin kamu benar-benar jatuh cinta padanya.
Jatuh sejatuh-jatuhnya.
Hufffffff.
Rasa sakit itu
membekas. Dalam. Masih perih sebetulnya. Terlalu perih. Seakan-akan dia
meninggalkanmu baru kemarin sore. Seakan-akan luka itu masih
berdarah-darah.
Sampai saat ini logikamu masih bertanya-tanya tentang
apa yang dia punya hingga membuatmu jatuh sedalam itu. Bagi sebagian
orang mungkin cinta tidak perlu menggunakan logika. Tidak perlu
mengetahui faktor yang berkorelasi dengan hal yang abstrak itu. Tapi
untukmu itu adalah hal yang absurd. Kamu harus tahu magnet jenis apa
yang menarikmu ke arahnya. Tapi ya itu tadi cukup sekedar tahu.
Dan tiba-tiba, you’ve
slipped on the wrong lane. Falling to the depth. And what you’ve got
then?? Just bruised everywhere. Dazzled then shattered, crumbled!
Kamu
bukan anak kecil yang baru mengenal efek dari rasa merah jambu. Bukan
juga untuk pertama kalinya kamu mencintai seseorang atau pertama kali
sakit hati. Been there before. Tapi yang satu ini beda. Ini beda dari pertama.
Kamu memang mudah jatuh cinta. Ah bukan, kamu mudah tertarik. Just like kids on the new sparkling thing. Tapi hanya tertarik. Having
a crush. Having a feeling like a rollercoaster for a while. But then it
will stop. Easy come, easy go. Tapi yang ini….unexplainable. it seems
that he pull you to him. Tie you to him. Like the drugs. At first it
make you high,, then it destroy you slowly, but you can’t let it go.
Just like what I said. You’re tied tight!!
And when its stops, BANG!
You’re falling to the depth!!
You’re screaming loudly but no one hear!!
No one to help!!
Then you drowned
You couldn’t see a thing
You couldn’t feel yourself
PARALYZED!!
Cukup
lama setelah mati rasa, sakit itu mulai menjelma. Perlahan menyayat
pedih. Ya, seperti yang sekarang kamu rasakan. Seakan dia baru saja
berlalu. Membuangmu.
Seakan itu belum cukup. Kabar yang kamu dengar selanjutnya juga mengerikan. Just like pouring a lemon juice to the fresh and bleeding wound.
Bukan, bukan kenyataan dia memiliki orang kedua atau orang ketiga.
Kalau itu, kamu pasti bisa menerima, kamu sudah mengira. Tapi bukan itu.
Yang datang adalah sebuah konfirmasi tentang apa yang dari dulu kamu
tolak untuk diakui. Ya, dia menghindarimu. Dia menjauhimu. Jauh sebelum
dia membuangmu begitu saja.
Mungkin ini bentuk lain dari
pengkhianatan. Tapi lebih parah karena kamu tidak bisa menyalahkan
siapa-siapa. Kamu hanya bisa menyalahkan dirimu sendiri karena telat
menyadarinya. Ah bukan, kamu bukan telat menyadarinya. Kamu justru
pernah melihatnya. Melihatnya dalam setiap pesan yang kamu terima di
ponselmu. Melihatnya dalam setiap gerak tubuhnya. Bahkan kamu melihatnya
dalam sorot mata teman-temannya juga tingkah laku sahabat-sahabatmu
yang mengetahui sikap pengecutnya. Tapi kamu terlalu permisif. Tapi kamu
malah memilih untuk menghibur dirimu sendiri dalam setiap kebohongan
yang ia lontarkan. You’re only hear what you want to.
Saat itu kamu memilih untuk tidak merasakan perih. Padahal kalau saja
kamu tidak sepermisif itu. Kalau saja kamu tidak menciptakan seorang dia
dalam pikiranmu sendiri. Akhir ceritanya mungkin akan lain. Dan mungkin
kamu tidak akan sesakit ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar