Iya, kamu! Kamu yang diam-diam saya kuntit melalui media sosial. Kamu yang kerap kali posting 'is listening to' di path dan kemudian saya cari lagunya di youtube untuk ikut mendengarkan lalu memberi tanda love di situ. Kamu yang foto-foto di instagramnya saya cek dan saya lihat melalui laptop karena tak mau double tap jika dilihat di layar smartphone, kan nanti malu kalo double tap di foto yang kamu posting berbulan lalu. Kamu yang laman facebooknya saya selidiki sampai jauh supaya saya mengerti masa lalu dan hubungannya dengan masa kinimu
Saya ingin mengajak kamu minum kopi, lalu kita bisa mengobrol tentang apa saja.
Mungkin awalnya kita akan menyapa dengan kaku. "Hei,apa kabar? Lama tak bertemu" lalu mungkin akan membicarakan tentang almamater kita dulu, atau berpindah pada mutual friend kita bertanya tentang si anu atau si itu.
Sayang, kita berada di lingkar sosial yang berbeda, jika saja kita ada di lingkar yang sama, mungkin saat ini aku tak perlu menulis begini. Karena menghubungimu semudah mengangkat telepon lalu mengetik 2 atau 3 rangkai kata.
Oke, kembali pada pertemuan kita di kedai kopi. mungkin kita akan bercerita tentang buku yang pernah kita baca, bertukar informasi dan resensi. atau mungkin kamu bisa bercerita tentang musik favoritmu, tenang aku tidak punya musik favorit, selera musikku mentok pada satu kata: eclectic alias aku suka semua.
Lalu setelah kopi di gelas kita tinggal setengah, kita mungkin akan bercanda tentang pekerjaan yang kini dilakukan. Pekerjaan yang nampaknya nyasar jauh dari apa yang dipelajari di masa kuliah dulu. Kamu mungkin akan bercerita tentang tetek bengek birokrasi, dan aku akan bercerita tentang betapa sulitnya bekerja 9 to 5 di lapang kerjaku.
Kita akan tertawa, menertawakan diri kita sendiri yang larut dalam rutinitas orang dewasa. yang kemudian memiliki pola wakes up - take a bath - go to office - lunch - go home - sleep. repeat.
nanti setelah kopi di gelas kita tinggal seteguk lagi, baru kita menjejak ke ranah personal. tentang si pengisi hati. tentang cita-cita masa depan (baca: target menikah). kita mungkin akan tertawa, terbahak atau getir mengingat barisan para mantan, baik yang sudah direlakan untuk pergi atau masih belum bisa dilupakan.
Nanti, ketika para barista sudah mulai beres-beres dan berkeliling menanyakan last order. kita akan mulai beranjak, sambil masih bertanya-tanya kemana waktu berlalu. Dan mungkin, bisa kamu yang ganti mengajakku minum teh beberapa hari ke depan?
Jakarta, 18 September 2014,
vanilavina